Film besutan sutradara Josh Whedon ini merajai box office dunia sejak dua pekan kemunculannya di bioskop. Adalah tugas para animator membuat gambar tokoh komik Marvel tersebut menjadi hidup dan salah satunya adalah Ronny Gani (29), animator asal Indonesia yang ikut bergabung dalam karya garapan perusahaan animasi Industrial Light and Magic.
Selama kurang dari 6 bulan, Ronny dan rekan-rekannya berkutat di depan layar komputer. Adegan demi adegan dibuat dan dipoles berulang-ulang hingga mendekati sempurna. “Tidur jam 3 pagi itu hal biasa untuk pekerjaan seperti ini,” katanya.
Perjuangan Ronny dan kawan-kawannya membuahkan hasil. The Avengers meraup untung hingga 1 miliar dolar. Tentu bukan pencapaian biasa bagi lulusan Arsitektur Universitas Indonesia angkatan 2001 ini. Terlebih, ia adalah satu-satunya animator asal Indonesia yang bekerja di perusahaan yang telah membuat Star Wars, Back to The Future, Jurassic Park, Eragon, Avatar, dan banyak lagi.
Padahal, bisa dibilang, Ronny nyemplung di dunia animasi tanpa niat panjang. Dulunya, ia sebatas menyenangi film-film kartun. Kuliah pun dia mengambil Jurusan Arsitektur yang juga sempat ditentang oleh orang tuanya. Namun, di tahun terakhir kuliah, ia berpikir telah salah masuk jurusan.
Meski demikian, ia tidak menyesal dan menganggap waktu kuliahnya sebagai hal yang sia-sia. Ia bahkan merasa beruntung bisa menyadari potensinya ketimbang harus terus melakukan hal yang tidak ia suka. “Saya enggak bisa kick ass di arsitek dan saya harus menemukan cara lain dari situ,” katanya.
Tak lama setelah lulus, ia bertemu dengan temannya yang bekerja sebagai animator 3D (tiga dimensi). Ia pun kepincut dengan profesi itu. “Dan ternyata setelah saya jalani, saya bisa,” katanya. Latar belakang pendidikan arsitektur pun cukup membantunya.
Ronny pun langsung bekerja keras. Ia mempelajari teknik menggambar di komputer, yang memang belum pernah dijalani penyuka panjat dinding ini. Semua cara dijalaninya, dari membaca buku, mengikuti pelatihan dan seminar, hingga bertanya kepada teman.
Padahal dulunya, penyuka gaya gambar realis ini bahkan mengaku sempat gaptek (gagap teknologi). “Awal kuliah kan ada ilmu dasar komputer, tapi saya enggak tahu bagaimana menyalakannya,” katanya sembari tertawa lepas.
Namun kini, ia piawai dengan segala pernik komputer. Teman-temannya pun kaget. “Gila lu, dulu gaptek sekarang jadi animator,” ujar Ronny menirukan ucapan teman-temannya.
Ronny mulai memasuki dunia animasi dengan bekerja di sebuah studio di Batam. Selama enam bulan di sana, Ronny ingin mendapatkan tantangan lebih. Ia pun melirik negeri singa. Pada 2007, ia menyeberang ke Singapura. Begitu menapakkan kaki di sana, Ronny langsung bekerja keras. “Di sana sampai menangis darah, kompetisi juga sangat ketat,” ujar pria berjanggut ini.
Ia sempat bekerja di studio lokal. Namun tak lama kemudian, ia berhasil bergabung dengan salah satu anak perusahaan Lucasfilm yang juga induk dari Industrial Light and Magic, yaitu Lucasfilm Animation. “Studio lokal menjadi batu loncatan saya, tujuan saya memang ingin ke Lucasfilm,” ujar Ronny.
Tiga tahun kemudian, ia ditransfer ke Industrial Light and Magic. Perlahan, ia merangkak naik. Dari yang awalnya mengerjakan serial TV, kini Ronny dipercaya mengerjakan film layar lebar. “Itu loncatan lumayan gede dan saya juga selalu menantang diri saya dengan terus bekerja keras,” ucapnya. November tahun lalu, dia pun mulai terlibat dalam penggarapan The Avengers.
Ronny memang telah sukses. Kini, pria yang selalu mengusahakan pulang ke Jakarta tiga kali setahun ini memiliki mimpi untuk mendirikan sekolah animasi. “Juga pengin mengajak animator Indonesia lainnya untuk membuat karya bareng yang bisa dipertontonkan ke masyarakat internasional,” ujarnya.
http://indonesiaproud.wordpress.com/2012/06/02/ronny-gani-sang-animator-the-avengers/
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar dengan kata-kata yang sopan